Kamis, 05 Januari 2012

5. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer


         Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.  Perkembangan pengetahuan masyarakat membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.  Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya. 

Pendokumentasian Keperawatan  merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990).  Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan

Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan.  Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian  yang lengkap.( Hariyati, RT., th 1999) 

Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)

Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien  akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien

Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan  lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia

Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang  berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.

Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya  form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini  karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5  cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.

          Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan.  (Eko,I. 2001).

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989)

Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan  tentang  standar dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.

Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan  kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien.  (Liaw, T.,1993).

Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal.

Sistem informasi manajemen keperawatan  sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia.  Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat dari segi efisien, dan produktifitas.

Dengan sistem dokumentasi  yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari  edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993).  Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan.

Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu  yang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan.

Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing Interventions Classification, 2000).

Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan  di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System.(Eko,I. 2001)  Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan  dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya.      (Udin,and Martin, 1997)

Sistem Informasi manajemen  (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih banyak kelemahannya.

Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu hard-disk. Pada kondisi tersebut hilangnya data telah diantisipasi sebagai  perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan tehnologi,  lembaran yang sangat penting dapat dialihkan dalam   Compact Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan disimpan di lain tempat yang aman . Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan untuk menghindari hilangnya dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti pencurian komputer, dan kebakaran.

Memutuskan untuk menerapkan sistem informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen harus  memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain.

Bagaimana SIM keperawatan di Indonesia ? Sampai saat ini implementasi sistem informasi manajemen baik di rumah sakit maupun di masyarakat masih sangat minim, bahkan masih banyak perawat yang tidak mengenal apa sistem informasi manajemen keperawatan yang berbasis komputer tersebut.  Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu pengetahuan maka beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota lain sudah menerapkan system informasi keperawatan yang berbasis komputer.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia juga mempunyai kontribusi dalam pengembangan system informasi keperawatan. Fakultas ilmu keperawatan telah mempunyai soft-ware system informasi asuhan keperawatan dan system informasi dalam manajemen untuk manajer perawat. Media ini sangat berguna dalam menyokong proses pembelajaran  yang menyiapkan peserta didik dalam menyongsong era globalisasi. Dengan mengikuti pembelajaran  tersebut peserta didik  diharapkan mampu bersaing , namun tentunya tak cukup hanya dalam proses proses pembelajaran di kuliah. Peserta didik harus terus  belajar agar dapat mengikuti perkembangan ilmu dan tehnogi keperawatan. Bagaimana dengan anda, siapkah anda memasuki  era tehnologi dan era globalisasi ?
Dunia keperawatan di Indonesia terus berkembang, seiring dengan meningkatnya strata pendidikan keperawatan di Indonesia, disamping akses informasi yang sangat cepat di seluruh dunia. Hal itu membawa efek pada kemajuan yang cukup berarti di keperawatan (Jasun, 2006). Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan evaluasi.
Keperawatan juga berkewajiban untuk menyediakan pelayanan/asuhan keperawatan yang didasarkan pada kaedah-kaedah suatu profesi termasuk adanya bukti pertanggung jawaban melalui sistem informasi yang tepat yang ditunjukkan oleh sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik. Namun pada realitanya dilapangan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan masih bersifar manual dan konvensional, belum disertai dengan sistem /perangkat teknolgi yang memadai, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian dalam praktek. Selain itu dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan,  perawat sering mengeluh terhadap dokumentasi yang memakan waktudan terlalu banyak perawat belum sepenuhnya faham menuliskannya.
Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, maka perlu dibuat suatu mekanisme pendokumentasian yang mudah dan cepat berkaitan dengan dokumentasi proses keperawatan.
Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik.  Metode pendokumentasian asuhan keperawatan saat sudah mulai menunjukkan perkembangan, dari yang sebelumnya manual, bergeser kearah komputerisasi. Metode pendokumentasian tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen.
Sistem informasi manajemen berbasis komputer tidak hanya bermanfaat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan, namun juga dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan  di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System (Eko,I. 2001).  Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan  dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya.            (Udin,and Martin, 1997). Oleh karena itu system sistem informasi manajemen berbasis komputer ini sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh manajemen rumah sakit, dimana aktifitas perawatan dapat termonitor dalam sebuah data base rumah sakit.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari sistem informasi yang berbasis komputer ini ialah system ini sangat praktis karena mampu menyimpan data yang sangat banyak penuh dalam sebuah kotak kecil / hard disk yang berukuran hanya 15x10x 5 cm. Sistem informasi berbasis komputer juga dirancang untuk mengikuti era globalisasi sehingga perawat di Indonesia tidak tertinggal dengan perawat yang diluar negeri.

PUSTAKA ACUAN

Carpenito.  1985.  Nursing diagnosis application to clinical practice. J.B.
        Lippincott Co.,. Philadephia .

Departemen Kesehatan. 2001. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sistem Informasi  
      Kesehatan Nasional.  Depkes. RI. Jakarta

Eko, I.R.2001. Manajemen Sistem Informasi dan Tehnologi Informasi.., Jakarta:  
     Kelompok Gramedia

Emiliana, 2003. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang terintegrasi di
      pelayanan kesehatan Sint Carolus, tidak dipublikasikan

Hafizurrachman, 2000. Sistem Informasi Manajemen di Rumah sakit dan 
       Pelayanan Kesehatan. Tidak dipublikasikan

Hariyati, S. T. 1999. Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat
       dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokuemntasi keperawatan di
      RS.Bhakti Yudha, Tidak dipublikasikan

Kozier, E.  1990.  Fundamentals of Nursing.  Addison Wesley Co., Redwood City.

Liaw, T.1993. The Computer Based Patient Record: An Historical Perpective. Diambil
       dari http:// www.hisavic.aus.net/hisa/mag/nov93/the.htm. di akses 8 April 2001

Lindqvist, R. &Sjoden, P. (1998). Coping strategies and quality of life among
       patient on CAPD. Journal of Advanced Nursing

Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book,
       Daverport

3.Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di Rumah Sakit

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis.

B. Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. Beberapa contoh penting yang akan diulas adalah (1)rekam medis berbasis komputer, (2) teknologi penyimpan portabel seperti smart card,(3) teknologi nirkabel dan (4) komputer genggam.
B.1. Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah sakit lainnya[1].
Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal dari hasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.
Gambar 1. Alert tentang permintaan lab yang berlebihan dalam salah satu model aplikasi rekam medis berbasis komputer
B.2. Teknologi penyimpan data portable
Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS sehingga memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Dalam smart card tersebut, selain data demografis, beberapa data diagnosisi terakhir juga akan tercatat. Teknologi penyimpan portabel lainnya adalah model web based electronic health record yang memungkinkan pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Data tersebut kemudian dapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah diotorisasi oleh pasien. Teknologi ini merupakan salah satu model aplikasi telemedicine yang tidak berjalan secara real time.
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini sudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek datang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan pengidentifikasikan identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.
B. 3. Teknologi nirkabel
Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggun mobilitasnya.
B. 4. Komputer genggam (Personal Digital Assistant)
Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.
C. Apa faktor keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer?
Memang, hingga saat ini tidak ada satu rumah sakit di dunia yang dapat menerapkan konsep rekam medis elektronik yang ideal. Namun demikian, beberapa penelitian melaporkan karakteristik dan pengalaman rumah sakit dalam menerapkan rekam medis elektronik. Doolan, Bates dan James[2] mempublikasikan suatu studi tentang keberhasilan penerapan 5 rumah sakit utama di AS yang menerapkan rekam medis berbasis komputer dan mendapatkan penghargaan Computer-Based Patient Record Institute Davies’ Award. Kelimanya adalah :
1. LDS Hospital, Salt Lake City (LDSH) pada 1995
2. Wishard Memorial Hospital, Indianapolis (WMH) tahun 1997
3. Brigham and Women’s Hospital, Boston (BWH) tahun 1996
4. Queen’s Medical Center, Honolulu (QMC) in1999
5. Veteran’s Affairs Puget Sound Healthcare System, Seattle and Tacoma (VAPS) tahun 2000
Kelima rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dengan jumlah tempat tidur bervariasi (dari 246-712 TT). Berdasarkan kepemilikan, 3 diantaranya merupakan rumah sakit swasta non profit (no 1, 3 dan 4), 1 merupakan rumah sakit daerah (nomer 2) dan 1 rumah sakit tentara (nomer 5).
Rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Disamping itu, catatan klinis pasien yang ditemukan oleh dokter maupun perawat juga telah dimasukkan ke alam komputer baik secara langsung (dalam bentuk teks bebas atau terkode) maupun menggunakan dictation system. Sedangkan pada bagian rawat intensif, komputer akan mengcapture data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan. Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih dahulu.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda, namun secara umum ada kesamaan faktor yang faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu:
Leadership, komitmen dan visi organisasi
Leadership dari pimpinan rumah sakit merupakan faktor terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi sangat jelas. Seringkali klinisi senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin kerjasama dengan ahli informatika. Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara finansial maupun sumber daya manusia.
Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien.
Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan.
Melibatkan klinisi dalam perancangan dan modifikasi sistem.
Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Salah satu manajer IT mengatakan bahwa “We had over 530 people involved, and doctors hired to help us design screens and everything. The doctors were very much part of the effort.”
Menjaga dan meningkatkan produktivitas klinis
Meskipun diakui bahwa penggunaan komputer menambah beban bagi dokter, tetapi rumah sakit menyediakan fasilitas yang sangat mendukung. Jaringan nir kabel disediakan agar dokter tetap dapat mengakses data secara mobile. Demikian juga, fasilitas Internet memungkinkan mereka memantau perkembangan pasien dari rumah. Komputer juga tersedia secara merata, untuk rawat jalan perbandingan tempat tidur dengan komputer antara 1:3-5, bahkan di LDS 1:1. Sedangkan di unit rawat jalan 1 ruang 1 komputer.
Menjaga momentum dan dukungan terhadap klinisi.
Salah satu dokter mengatakan bahwa “..We demonstrated and talked about it and evangelized the clinical staff that this was something good, something sexy, high tech and innovative and it was going to be expected to be utilized.” Karena kesemuanya adalah rumah sakit pendidikan, setiap residen diharuskan menggunakan komputer untuk mencatat perkembangan pasien. Akan tetapi, memelihara momentum agar dokter dapat menggunakan komputer secara langsung bervariasi, dari 3 tahunan hingga satu dekade.
Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa penerapan IT untuk rekam medis merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari leadership pimpinan, komitmen finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang melelahkan, networking antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
D. Hambatan dan kendala
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf pengembangan sistem informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan demografis) problem sosiokltural tidak terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan kesiapan SDM seringkali menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap potensi TI kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu penguatan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu, tentu saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik, terkadang investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang terakhir adalah kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy data medis.
E. Menerapkan aplikasi
Bagaimana memilih dan menerapkan aplikasi teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit?
Ini merupakan pertanyaan krusial yang harus dijawab. Melihat pada pengalaman di atas, kita harus mengembalikan kepada komitmen, visi dan leadership dari organisasi. Apakah ini hanya karena ikut-ikutan atau memang sudah tertuang dalam rencana stratejik rumah sakit? Selain itu, bagaimana implikasi biaya dan sumber daya manusia? Bagaimana menjalin kerjasama antar berbagai komponen di rumah sakit, baik tenaga medis maupun non medis?
Jika pertanyaan tersebut sudah dijawab, kita dapat memilih aplikasi yang sesuai dengan kemampuan organisasi. Langkah yang paling penting adalah pengembangan sistem informasi transaksional (data administratif dan klinis sederhana). Selanjutnya, pengembangan level kedua, yaitu sistem informasi manajemen dan sistem sistem informasi eksekutif(sistem pendukung keputusan) dapat dilakukan kemudian. Aplikasi SMS sebagai reminder bagi ibu hamil untuk memeriksakan secara tepat waktu juga meruapakan salah satu model SPK bagi pasien. Demikian juga model serupa agar jadwal imunisasi bagi balita tidak terlambat. Investasi yang diperlukan cukup dengan komputer yang telah diisi dengan database klinik pasien, nomer HP serta rule mengenai penjadwalan imunisasi. Penerapan jaringan wireless saat ini juga bukan investasi yang mahal. Dan masih seabreg inovasi lain yang dapat dikembangkan.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi sangat potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan bahwa hingga saat ini secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan infrastruktur elektronik secara canggih sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan secara face to face[3]. Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan sistem informasi di rumah sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja yang merupakan masalah informatika.
F. Penutup: refleksi bagi komunitas rekam medis
Mengingat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cukup pesat, komunitas rekam medis perlu memahami berbagai konsep serta aplikasi medical informatics (informatika kedokteran). Informatika kedokteran (kadang disebut juga informatika kesehatan) adalah disiplin yang terlibat erat dengan komputer dan komunikasi serta pemanfaatannya di lingkungan kedokteran dikenal sebagai informatika kedokteran (medical informatics)[4]. Dalam pengertian yang lebih rinci, Shortliffe mendefinisikan informatika kedokteran sebagai berikut: “Disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan (knowledge) biomedik secara optimal untuk tujuan problem solving dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informatika kedokteran bersentuhan dengan semua ilmu dasar dan terapan dalam kedokteran dan terkait sangat erat dengan teknologi informasi modern, yaitu komputer dan komunikasi. Kehadiran informatika kedokteran sebagai disiplin baru yang terutama disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer, menimbulkan kesadaran bahwa pengetahuan kedokteran secara esensial tidak akan mampu terkelola (unmanageable) oleh metode berbasis kertas (paper-based methods).”[5]. Lingkup kajian informatika kedokteran meliputi teori dan terapan[6]. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informatika kedokteran merupakan disiplin ilmu tersendiri.
Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran meliputi rekam medik elektronik, sistem pendukung keputusan medik, sistem penarikan informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan intranet untuk sektor kesehatan, termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran bibliografi berbasis internet[7]. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien.
Referensi
[1] Tang PC, Hammond WE. A progress report on computerbased patient records in the United States. In Dick RS, Steen EB, Detmer DE (eds): The Computer-based Patient Record: An Essential Technology for Healthcare, 2nd ed. Washington, DC, National Academy Press, 1997, pp 1–20.
[2] Doolan, DF, Bates DW, James, BC. The Use of Computers for Clinical Care: A Case Series of Advanced U.S. Sites. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:94–107.
[3] Coiera, E. Clarke, R. e-Consent: The Design and Implementation of Consumer Consent
Mechanisms in an Electronic Environment. J Am Med Inform Assoc. 2004;11:129–140.
[4] Shortliffe, E.H. Medical informatics meet medical education. 1995 (URL http://www-camis.stanford.edu/projects/smi-web/academics/jama-pulse.html)
[5] Shortliffe EH, Perreault, L.E., Wiederhold G, Fagan, L.M., eds. Medical Informatics: Computer Application in Health Care. Reading, MA: Addison-Wesley; 1990
[6] Greenes R.A., Shortliffe E.H. Medical informatics: An emerging academic discipline and institutional priority. JAMA 1990; 263:1115-1120
[7] Cimino, JJ. Linking Patient Information Systems to Bibliographic Resources. Meth Inform Res 1996; 35:122-6
*)disajikan dalam seminar rekam medis di Surakarta, Agustus 2005

2. SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DI PUSKESMAS


Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan membutuhkan keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien) dan lingkungan terkait. Dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan lingkungan puskesmas.
Selama ini banyak puskesmas yang masih mengelola data-data kunjungan pasien, data-data arus obat, dan juga membuat pelaporan dengan menggunakan cara-cara yang manual. Selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratan dari pengelolaan data juga kurang dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Beberapa puskesmas mungkin sudah memakai komputer sebagai alat bantu untuk pengelolaan data, hanya saja sampai sekarang belum banyak program komputer yang secara khusus didesain untuk manajemen data di puskesmas.
Sistem Informasi Puskesmas (Simpus), sesuai namanya, adalah sebuah sistem informasi rekam medis yang secara khusus dirancang untuk digunakan di Puskesmas. Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang unik, berbeda dengan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Kebutuhan-kebutuhan Puskesmas yang unik tersebut, telah sejak lama dengan tekun dipelajari dan diikuti perkembangannya oleh seorang teman, Raharjo. Setelah selama beberapa tahun Mas Jojok, demikian ia biasa dipanggil, mengembangkan dan memasarkan Simpus yang berupa aplikasi desktop (yang telah digunakan pada hampir 500 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia), pada tahun 2008, ia mengajak kami untuk bersama-sama mengembangkan Simpus yang berbasis web. Keputusan ini diambilnya setelah melihat fakta di lapangan bahwa Simpus berbasis web memiliki peluang memberikan dukungan yang lebih baik pada Puskesmas dalam melayani masyarakat. Dalam waktu kurang lebih setahun semenjak itu, Simpus berbasis web telah digunakan oleh beberapa Puskesmas.
Simpus merekam data rekam medis pasien-pasien yang berkunjung di Puskesmas. Tidak hanya itu, Simpus juga membantu Puskesmas dalam menyusun laporan-laporan rutin bulanan, baik untuk keperluan internal Puskesmas, ataupun untuk pelaporan ke Dinas Kesehatan.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama kami dalam mengembangkan Simpus berbasis web ini:
  1. Kemudahan dalam pengoperasian. Dari pengalaman sejauh ini, dengan pelatihan dua hari, yang dilakukan selepas jam kerja Puskesmas, kebanyakan pengguna sudah memahami alur Simpus dan cara menggunakannya.
  2. Kecepatan proses pengisian data. Sudah sejak lama kami menyadari bahwa pengisian data melalui tampilan berbasis web cenderung lebih lama, bila dibandingkan dengan pengisian data melalui tampilan aplikasi desktop. Kami berupaya meminimalkan waktu pengisian data dengan menyederhanakan alur, tanpa mengurangi kelengkapan data yang diisikan. Pengisian data pada semua titik (ruang pendaftaran, ruang pelayanan medis, dll) secara rata-rata dilakukan dalam waktu 1-2 menit.
  3. Dukungan bantuan kepada pengguna. Kami menyadari bahwa belum banyak petugas Puskesmas yang terbiasa dengan penggunaan aplikasi berbasis web. Proses pembiasaan tentu saja akan membutuhkan waktu, dan dalam proses tersebut mungkin akan ada kendala-kendala yang dijumpai. Dengan dukungan dari petugas setempat, kami selalu berupaya memberikan bantuan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Saat ini, Puskesmas yang telah menggunakan Simpus kami adalah:
  • Kota Magelang: Puskesmas Magelang Selatan, Puskesmas Magelang Utara, Puskesmas Botton, Puskesmas Jurangombo, Puskesmas Kerkopan
  • Kabupaten Demak: Puskesmas Karangawen
  • Kabupaten Sukoharjo: Puskesmas Kartasura, Puskesmas Polokarto
  • Kabupaten Bangka Barat: Puskesmas Muntok

SIMPUS dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang secara umum banyak dijumpai di puskesmas. SIMPUS mempunyai tunjuan pengembangan yang jelas, antara lain :
·         Terbangunnya suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dengan mudah oleh puskesmas, dengan persyaratan yang seminimal mungkin dari segi perangkat keras maupun dari segi sumber daya manusia yang akan menggunakan perangkat lunak tersebut.
·         Membantu dalam mengolah data puskesmas dan dalam pembuatan berbagai pelaporan yang diperlukan.
·         Terbangunnya suatu sistem database untuk tingkat kabupaten, dengan memanfaatkan data-data kiriman dari puskesmas.
·         Terjaganya data informasi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga dapat dilakukan analisa dan evaluasi untuk berbagai macam penelitian.
·         Terwujudnya unit informatika di Dinas Kesehatan Kabupaten yang mendukung terselenggaranya proses administrasi yang dapat meningkatkan kwalitas pelayanan dan mendukung pengeluaran kebijakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.

Berbagai kendala dalam implementasi SIMPUS ataupun program aplikasi yang sudah pernah dialami di berbagai daerah ikut menjadi masukkan untuk menentukan model pengembangan SIMPUS. Kendala-kendala yang secara umum sering dijumpai di puskesmas antara lain :
1. Kendala di bidang Infrastruktur
Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk pemakaian sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak pelaporan-pelaporan yang harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai pengganti mesin ketik semata. Selain itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah tertentu sudah biasa menjalani pemadaman listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi terganggu. Dari segi keamanan, banyak gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi puskesmas kehilangan perangkat komputer.
2. Kendala di bidang Manajemen
Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja yang khusus menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini nantinya akan menjadi masalah untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-data yang akan ada, baik dari segi pengolahan dan pemeliharaan data, maupun dari segi koordinasi antar bagian.
3. Kendala di bidang Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf puskesmas yang belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan operasional komputer didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi dengan pemakaian komputer oleh staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang sebenarnya.
APLIKASI SIMPUS
Dengan melihat berbagai tujuan dan berbagai kendala diatas, SIMPUS dikembangkan. Kondisi-kondisi yang ada benar-benar menjadi pertimbangan rancangan Aplikasi SIMPUS. Hal utama yang harus diketahui dari SIMPUS ini adalah :
SIMPUS adalah program aplikasi yang dikembangkan khusus dari puskesmas, untuk puskesmas dengan melihat kebutuhan dan kemampuan puskesmas dalam mengelola, mengolah dan memelihara data-data yang ada.
SIMPUS adalah aplikasi yang bersifat single user atau hanya dapat diaplikasikan hanya oleh satu orang pada saat itu. SIMPUS bukan aplikasi multi user yang memungkinkan satu database diolah bersama-sama oleh beberapa staf, dari beberapa ruang pelayanan yang ada di puskesmas.
Dengan luasnya lingkup pekerjaan di puskesmas, maka SIMPUS nantinya akan dikembangkan secara modular, atau terpisah antara program kerja yang satu dengan program kerja yang lain.
Beberapa hal mengenai SIMPUS antara lain :
Menggunakan Sistem Operasi Windows, menampilkan tampilan secara grafis dan mudah digunakan. Untuk proses keluaran data bahkan hampir semua tampilan bisa di akses dengan menggunakan tetikus (mouse).
Menyimpan informasi riwayat kunjungan dari pasien dengan akurat. Penomoran Index yang tepat dan benar akan lebih mempermudah dalam proses pencarian data pasien tertentu.
Input data yang cepat, dengan sumber data dari kartu registrasi pasien. Desain masukkan data yang dikembangkan dengan mengacu pada pengalaman di puskesmas menjadi pertimbangan utama untuk membuat proses entry harus cepat. Dalam kondisi normal hanya butuh waktu dibawah 1 menit untuk memasukkan satu data pasien.
Dapat menampilkan rekapitulasi data pasien dan obat, serta membuat pelaporan LB1 dan LPLPO dengan cepat. Periode keluaran data dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, dari data harian, periode harian, mingguan, bulanan atau tahunan.
Dapat menampilkan data 10 Besar / 20 Besar penyakit dengan cepat.
Menampilkan data-data keluaran secara tabel maupun secara grafik dengan cepat.
Dapat digunakan untuk melakukan filter data kunjungan dengan cepat dan mudah, sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
METODOLOGI PENGEMBANGAN
Pengembangan suatu sistem informasi, jelas membutuhkan langkah-langkah dan strategi yang harus dijalankan. Pengembangan tidak dapat dilakukan dengan hanya membeli satu perangkat lunak kemudian dibagikan ke puskesmas yang ada, tetapi juga harus diikuti dengan berbagai langkah secara organisatoris maupun secara operasional. Langkah-langkah pengembangan dapat berupa program pra-implementasi dan program pasca-implementasi. Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain :
Pendataan awal berbagai masalah baik dari segi perangkat keras ataupun calon petugas data.
Pembentukan team informasi baik tingkat puskesmas atau tingkat dinas kesehatan. Team untuk tingkat puskesmas dapat terdiri dari seorang penanggung jawab program, disertai beberapa operator. Sedangkan untuk tingkat dinas kesehatan, mungkin diperlukan satu team khusus untuk mengorganisir alur data dan juga bertanggung jawab untuk manajemen data-data kesehatan. Apabila dimungkinkan dapat dibentuk satu sub dinas Informatika / Pengolahan Data Elektronik.
Inventarisasi data-data dasar, baik untuk tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan. Data-data dasar itu antara lain : data puskesmas, data petugas medis, data tempat pelayanan kesehatan, data obat-obat gudang farmasi, data diagnosis, dan beberapa data-data dasar lainnya. Data-data ini nantinya akan dikodekan karena SIMPUS akan banyak membutuhkan masukkan data berupa kode.
Sosialisasi data-data dasar. Hal ini perlu dilakukan ke semua staf medis dan petugas di puskesmas supaya lebih mengenal sedini mungkin sistem yang akan dipakai.
Pelatihan petugas SIMPUS. Dalam proses masukkan data, tentunya dibutuhkan petugas khusus yang benar-benar menguasai program SIMPUS. Untuk itu perlu minimal 2 orang dari tiap puskesmas yang harus di beri pelatihan untuk awal pelaksanaan implementasi SIMPUS. Setelah beberapa saat di implementasikan, maka diharapkan staf-staf puskesmas dapat belajar dari petugas yang sudah menguasai.
Ujicoba implementasi. Hal ini dibutuhkan untuk mencoba semua staf, dalam pengisian lembar registrasi pasien, juga untuk mengasah ketrampilan masukkan data dari petugas yang sudah dilatih.
Evaluasi, dilakukan untuk mencari masukkan dan juga memberi masukkan kepada semua pihak yang terkait dalam pengembangan SIMPUS.
BIAYA PENGEMBANGAN
Biaya pengembangan sistem informasi tergantung dari banyaknya puskesmas di tingkat kabupaten beserta kelengkapan fasilitas dari program aplikasi untuk tingkat kabupaten.
Harga program SIMPUS sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah). Harga belum termasuk pembuatan peta wilayah untuk puskesmas. Harga dasar bisa berubah tergantung dari lokasi puskesmas.
Harga program SIM Dinkes sebesar Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), harga termasuk pembuatan gambar peta wilayah untuk pengembangan program sampai fungsi pemetaan penyakit.
Untuk pelatihan petugas operator program SIMPUS, biaya per puskesmas adalah Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk Simpus Single User, Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk Simpus Web based. Setiap puskesmas dapat mengirimkan dua calon operator.
Harga belum termasuk transportasi Yogyakarta-daerah tujuan, akomodasi, penginapan beserta Lumpsum untuk trainer sebesar Rp. 750.000,00 (Pulau Jawa) atau Rp. 1 500.000,00 (Luar Pulau Jawa) per hari.
Apabila dikehendaki, dapat dilakukan kunjungan untuk evaluasi dan supervisi per puskesmas, dengan menambah biaya transportasi, akomodasi dan lumpsum.
Perkiraan harga komputer dan printer dengan spesifikasi yang layak untuk digunakan software SIMPUS : Rp. 3 500 000,00 – Rp. 4 500 000,00
SPESIFIKASI KOMPUTER SIMPUS
Spesifikasi minimal komputer yang digunakan untuk menjalankan Program SIMPUS dengan baik :
Prosesor : Pentium III atau di atasnya
RAM : 128 Mb atau lebih
VGA : 4 Mb atau lebih
Hard disk : Minimal 10 Gb
Spesifikasi minimal untuk komputer yang digunakan sebagai pengolah data di Dinas Kesehatan
Prosesor : Pentium IV
RAM : 512 Mb atau lebih
VGA : 4 Mb atau lebih
Hard disk : Minimal 40 Gb
Tentunya dengan kondisi perkembangan teknologi komputer dewasa ini, bukan masalah yang berat untuk mengadakan komputer dengan spesifikasi tersebut. Apabila memungkinkan bahkan dapat digunakan masing-masing dua komputer atau lebih di puskesmas untuk lebih mempercepat proses pengetikan data ke dalam SIMPUS. Untuk transfer data di puskesmas, selain menggunakan disket atau flash disk, juga dapat dihubungan dengan jaringan komputer.